“Tidak sesuai harapan, padahal awalnya disebutkan setiap 40 hari terima Rp 4,2 juta, kenyatannya hanya Rp 250 ribu selama 6 bulan,” ungkap Alkaf Lodik, penerima bantuan program Satu Juta Satu Pekarangan (SJSP) di Desa Dimpalon, Kecamatan Kintom, Kabupaten Banggai.
KILASBANGGAI.COM, KINTOM– Alkaf Lodik, penerima bantuan program Satu Juta Satu Pekarangan (SJSP) di Desa Dimpalon, Kecamatan Kintom, Kabupaten Banggai, mengungkapkan kekecewaannya terhadap hasil budidaya lele dari program tersebut.
Alkaf menyatakan bahwa meskipun awalnya diperkirakan akan memperoleh pendapatan Rp 4,2 juta per 40 hari, kenyataannya hanya memperoleh Rp 250 ribu selama enam bulan melakoni usaha budidaya lele.
“Tidak sesuai harapan, padahal awalnya disebutkan setiap 40 hari terima Rp 4,2 juta, kenyatannya hanya Rp 250 ribu selama 6 bulan,” ungkapnya kepada sejumlah awak media, Kamis (20/6/2024).
Alkaf mengaku tidak ada keuntungan yang diperoleh dari budidaya lele yang dikelolanya melalui program SJSP.
Padahal, ia bahkan rela meninggalkan kebunnya selama 6 bulan untuk fokus pada budidaya lele demi mencapai hasil maksimal, sesuai janji pemerintah daerah saat mendistribusikan 1.250 benih lele pada tahun 2023.
Namun, saat masa panen tiba, Alkaf terpaksa gigit jari lantaran tidak ada pembeli.
Meskipun menerima bantuan awal berupa benih, satu karung pakan, vitamin EM4, terpal, dan papan, bantuan serta pendampingan selanjutnya tidak ada.
“Setelah itu tak ada lagi bantuan, apalagi pendampingan,” kesal Alkaf.
Beberapa kali pegawai Dinas Perikanan Banggai datang meninjau, tetapi tidak ada bantuan maupun pebdampingan lebihlanjut.
Alkaf pun kesulitan membeli pakan yang cukup mahal, dengan harga satu karung konsentrat mencapai Rp 600 ribu, hanya cukup untuk 2 bulan.
Akibatnya, 200 ekor lelenya mati karena tidak ada pakan yang memadai karena hanya diberi makan nasi dan kangkung.
Kolam dengan ukuran 3×4 meter itu tidak menghasilkan keuntungan yang diharapkan.
Kerugian dialami Alkaf lantaran tidak ada pembeli, kalau pun ada hanya dibeli dengan harga di bawah standar.
Kata dia, Dinas Perikanan pernah membawa pembeli, itu pun dibeli seharga Rp 20 ribu per kilogram. Jika diecer, warga justru membeli dengan Rp 30 ribu per kilogram.
“Kalau dibeli tidak semua ikan, ada ukurannya. Kalau lele berkuran besar tidak dibeli, hanya lele sedang,” katanya.
Kata Alkaf, nasib sama juga dialami 2 rekannya yang menerima program tersebut. Bahkan, kedua rekannya lsbih parah karena hampir semua ikan lele mati.
Kini, Alkaf tidak melanjutkan budidaya lele dari program SJSP tersebut lantaran pendapatan yang dihasilkan jauh dari harapan.
Kolam ikan yang terbuat dari papan dan terpal itu telah dibongkar, dan Alkaf telah kembali menekuni pekerjaan awalnya sebagai petani. (*)
Discussion about this post