KILASBANGGAI.COM, BANGKEP- Tekad kuat masyarakat Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) menolak tambang batu gamping yang dinilai tidak cocok dengan kondisi geografis, topografi dan geologi terus mengalir dari berbagai lapisan masyarakat.
Gerakan perlawanan tidak hanya dilakukan oleh masyarakat areal tambang maupun desa terdampak, melainkan telah mendapat perhatian serius dari lapisan masyarakat intelektual dan para pemikir yang masih cinta terhadap masa depan daerahnya.
Mereka terus bergerak sebagai putra-putri terbaik di daerah itu yang dengan segala kekuatanya menolak dengan tegas pengelolaan pertambangan batu gamping di Banggai Kepulauan yang sudah di depan mata.
Mereka adalah Kelompok dengan kewarasan penuh akan terus bergerak serta melakukan perlawanan secara hukum.
Puluhan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang tersebar di penjuru Pulau Peling itu disoal oleh kelompok generasi muda di wilayah itu.
Mereka menilai WIUP itu berdiri di atas pola tata ruang yang tidak sah, mulai dari beberapa poin dalam Peraturan Daerah ada pasal yang menurut meraka itu siluman, dimana yang ditolak oleh DPRD Banggai Kepulauan namun tetap dimunculkan, kemudian tidak mengindahkan kajian geologis serta bertentangan dengan Perda Perlindungan Karst, Perda Perlindungan Mata Air, dan bertentangan dengan Keputusan KLHK.
“Bagaimana mungkin pertambangan akan masuk dan kemudian diberikan izin tanpa melalui uji publik, bertabrakan dengan kawasan konservasi baik di darat maupun laut, bertabrakan dengan zona inti perikanan. Bahkan poin pembahasan pertambangan ini telah mendapat penolakan di paripurna DPRD,” tegas Afandi Bungalo, pemuda pemikir Pulau Peling.
Menurutnya, dari telaah mendalam yang dilakukan ada poin-poin administrasi yang berpotensi pidana. Ia enggan menyebutkan secara mendetail poin-poin yang dimaksud dan nanti akan dijabarkan dalam materi gugatan ke PTUN.
Polemik menerima atau menolak tambang yang terjadi di masyarakat awam sebenarnya hanya merupakan salah satu reaksi turunan dari proses atau tahapan pertambangan. Ini disebabkan ketidaktahuan masyarakat akan bahaya pertambangan di Pulau Karst.
“Yang lebih fundamental dari kontroversi tersebut ada proses administrasi bersifat mutlak yang harus dipatuhi, dan untuk itu kami sudah pada tahap penyelesaian naskah gugatan dalam waktu dekat ini akan kami naikan ke PTUN” tegasnya. (*)
Discussion about this post