KILASBANGGAI.COM, LUWUK- Aliansi Mahasiswa Banggai (AMB) meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Banggai untuk mengusut dugaan korupsi sewa sound sistem kegiatan MTQ Tingkat Provinsi Sulteng yang dipusatkan di Luwuk beberapa waktu lalu.
Permintaan ini disampaikan Aliansi Mahasiswa Banggai melalui Korlapnya Tona Nang, saat menggelar aksi di bundaran Adipura Luwuk dan Kantor Kejari Banggai, Jumat (30/8/2024).
“Aliansi Mahasiswa Banggai meminta kepada Kejaksaan untuk lebih Maksimal mengusut kasus dugaan korupsi di Kabupaten Banggai selama pemerintahan AT-FM,” pintanya.
“Hari ini kami baru mendesak satu kasus dugaan korupsi dan nepotisme tender sewa sound sstem pada kegiatan MTQ kemarin yang nilainya Rp 2 miliar. Ke depan akan ada lagi kasus dugaan korupsi yang akan kami desak kepada Kejaksaan untuk diusut serius,” tambahnya, menegaskan.
Tidak hanya itu, pada aksi kali ini, AMB juga mendesak kejaksaan untuk mengawal alokasi dana pelimpahan kewenangan Bupati Banggai kepada Camat senilai Rp 5 miliar. Sebab kebijakan ini nilai dia berpotensi terjadinya korupsi.
Di kesempatan itu, AMB juga mendistribusikan selebaran kepada setiap pengendara yang melintasi kawasan tugu Adipura.
Selebaran itu memuat penjelasan prosedur digenjotnya program Pelimpahan Kewenangan kepada seluruh Camat.
Disebutkan, penyaluran dana sebesar Rp 5 miliar ke kecamatan, dimulai dengan musyawarah desa atau kelurahan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan Bupati Nomor 49 tahun 2023.
Mekanismenya bottom up, partisipasi aktif dari masyarakat di tingkat bawah (grassroots), dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan yang termuat dalam berita acara.
Bukan sebaliknya, apalagi jika sampai diatur sepihak oleh oknum yang tidak bertanggungjawab dan berpotensi menyalahi aturan.
Pelimpahan kewenangan, bersifat atribusi, yaitu pelimpahan wewenang langsung oleh undang-undang, sehingga Camat bertanggung jawab penuh terhadap anggaran tersebut.
Hal ini berbeda dengan pelimpahan delegasi, di mana Bupati yang melimpahkan kewenangan bertanggung jawab atas anggaran yang disalurkan.
Sehingganya, jika terjadi kesalahan, baik dalam prosedur maupun substansinya, Camat dapat dikenai sanksi pidana. Karena dianggap melakukan penyalahgunaan kewenangan yang berpotensi merugikan keuangan negara (korupsi).
Program Rp 5 miliar per kecamatan juga berpotensi menyebabkan tumpang tindih bantuan. Sebab, sebelum diberlakukan dan disalurkan, desa dan kelurahan telah merumuskan kebutuhan dan prioritas pembangunan daerah, melalui Musrenbang, Pokir DPRD, bantuan teknokrat, satu juta satu pekarangan, serta bantuan yang berasal dari pusat.
Program ini tiba-tiba menyisip masuk di pertengahan tahun, yang dapat berakibat pada ketidaksinkronnya bantuan.
Menyinggung kembali pelimpahan atribusi, dana ini tidak bisa lagi diatur oleh Bupati. Seperti halnya, saat Bupati menekankan bahwa belanja harus dihabiskan pada bulan November, (Bertepatan waktu pencoblosan Pilkada).
Sebagaimana disampaikan saat pembukaan acara sepak bola di Desa Bunga beberapa waktu lalu.
Ini kemudian menimbulkan dugaan bahwa anggaran Rp 5 miliar pelimpahan kewenangan digunakan untuk kepentingan Pilkada.
“Sekali lagi, Camat harus sangat berhati-hati dalam mengelola dana ini, karena kesalahan dalam penggunaan atau pengelolaan dana tidak hanya dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat, tetapi juga dapat berujung pada hukuman penjara bagi camat yang terlibat,” pungkasnya. (*)
Discussion about this post