KILASBANGGAI.COM, TOILI – Desa Sindangsari, Kecamatan Toili Barat, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, dikenal sebagai salah satu penghasil tembakau tradisional terbesar di kawasan tersebut.
Desa ini memiliki sejarah panjang dalam bertani tembakau yang kini hanya dilanjutkan oleh segelintir petani.
Dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah petani tembakau tradisional di desa ini menyusut drastis.
Saat ini, hanya tersisa sekitar 20 petani yang masih bertahan. Padahal, dahulu minat masyarakat setempat untuk bertani tembakau sangat tinggi.
Fenomena ini terjadi karena kurangnya regenerasi dari generasi muda yang lebih memilih pekerjaan lain dibandingkan melanjutkan tradisi bertani tembakau.
Abdul Haris, seorang pemuda Desa Sindangsari, menjadi pengecualian. Ia adalah satu-satunya generasi muda yang serius mewarisi ilmu bertani tembakau tradisional dari keluarganya.
Dengan ketekunan dan semangat, ia berhasil membuktikan bahwa bertani tembakau bisa menjadi sumber penghidupan yang menjanjikan.
“Bertani tembakau itu bukan pekerjaan mudah. Dari penyemaian, persiapan lahan, perawatan daun, hingga proses pengeringan, semuanya membutuhkan dedikasi penuh,” ujar Abdul Haris saat ditemui Kilasbanggai.com di kebunnya, Minggu (19/1/2025).
Namun, menurut Haris, di balik proses yang panjang tersebut, hasilnya sangat memuaskan.
Ia mengungkapkan bahwa keberhasilan dalam bertani tembakau bergantung pada kesabaran dan perhatian terhadap setiap detail proses produksi.
Kini, tanaman tembakau Abdul Haris siap panen. Kebahagiaan terpancar dari wajahnya karena hasil kerja kerasnya mulai membuahkan hasil.
“Alhamdulillah, hari ini sudah mulai panen. Hasilnya cukup memuaskan. Memang benar, tidak ada proses yang mengkhianati hasil,” tuturnya penuh syukur.
Sebagai generasi kedua petani tembakau dalam keluarganya, Abdul Haris merasa bangga dapat menjaga cita rasa tembakau tradisional yang menjadi kebanggaan desanya.
Ia berharap hasil panennya dapat terus diminati oleh para penikmat tembakau, baik lokal maupun dari luar daerah.
Namun, Abdul Haris mengungkapkan kekhawatirannya terhadap masa depan pertanian tembakau di desanya.
Menurutnya, tanpa adanya regenerasi, tradisi bertani tembakau tradisional bisa terancam punah.
Ia berharap generasi muda di Desa Sindangsari tidak memandang rendah profesi petani tembakau.
“Jangan minder menjadi petani tembakau. Kalau kita serius dan telaten, hasilnya sangat menjanjikan,” pesan Haris.
Keberhasilan Abdul Haris menjadi inspirasi bagi masyarakat Sindangsari.
Semangatnya untuk menjaga cita rasa tembakau tradisional di tengah tantangan modernisasi patut diapresiasi.
Ia membuktikan bahwa profesi petani tetap relevan dan menguntungkan jika dikelola dengan baik.
Haris juga berupaya mengedukasi generasi muda di desanya agar memahami nilai penting tradisi ini.
Menurutnya, bertani tembakau bukan sekadar soal penghasilan, tetapi juga tentang menjaga warisan budaya yang telah ada sejak dahulu.
Dengan terus menjaga kualitas dan cita rasa tembakau, Abdul Haris berharap tembakau Sindangsari dapat tetap eksis di tengah persaingan pasar yang semakin ketat.
Ia yakin, dengan usaha maksimal, tembakau tradisional Sindangsari mampu bersaing dengan produk dari daerah lain.
Melalui usahanya, Abdul Haris ingin menghidupkan kembali kejayaan Desa Sindangsari sebagai salah satu penghasil tembakau tradisional terbaik di Kabupaten Banggai.
“Saya ingin melihat tembakau Sindangsari dikenal luas, tidak hanya di Kabupaten Banggai, tapi juga di seluruh Indonesia,” ujarnya optimis.
Kisah Abdul Haris adalah bukti bahwa dedikasi dan kerja keras dapat mengatasi berbagai tantangan.
Ia berharap semangatnya dapat menular kepada generasi muda lainnya untuk terus melestarikan tradisi bertani tembakau di Desa Sindangsari. (*)
Discussion about this post