
KILASBANGGAI.COM,LUWUK– Organisasi lingkungan Iguana Tompotika melontarkan kecaman keras terhadap enam perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel yang diduga menjadi dalang utama perusakan besar-besaran lingkungan hidup di Desa Siuna, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.
Kegiatan tambang nikel yang tidak terkendali ini telah merusak sekitar 18 hektare kawasan hutan mangrove dan melumpuhkan sistem irigasi yang selama ini menopang 250 hektar sawah produktif milik warga.
Akibatnya, ratusan petani kini terancam gagal panen total, sebuah bencana ekologis sekaligus ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah tersebut.
“Ini adalah tindakan brutal terhadap alam dan masyarakat. Enam perusahaan tambang ini tidak hanya menggali nikel, mereka menggali kuburan bagi masa depan petani dan nelayan di Desa Siuna,” tegas Ketua Iguana Tompotika, Moh. Hidayat, dalam pernyataan resminya, Kamis (31/7/2025).
Hasil observasi lapangan dan laporan masyarakat menunjukkan adanya pembukaan lahan secara masif, serta pembuangan limbah tambang ke ekosistem pesisir yang mengakibatkan kehancuran mangrove dan pencemaran air irigasi. Hutan mangrove yang sebelumnya menjadi benteng alami terhadap abrasi dan habitat biodiversitas pesisir, kini berubah menjadi kawasan mati yang tak lagi berfungsi.
Tidak berhenti di situ, kerusakan sistem irigasi akibat intrusi material tambang telah memutus aliran air ke ratusan hektar sawah. Petani kini menjerit, sawah mereka mengering, dan musim panen berubah menjadi musim nestapa.
“Kami sangat prihatin dengan dampak destruktif dari operasi pertambangan nikel ini. Hutan mangrove yang vital bagi ekosistem pesisir dan mata pencarian masyarakat nelayan telah dirusak secara sistematis,” tegasnya.
Atas kejadian ini, Iguana Tompotika menuntut tindakan tegas tanpa kompromi dari pemerintah dan aparat penegak hukum. Ada empat tuntutan utama yang disampaikan.
Pertama, hentikan segera operasi perusak lingkungan
enam perusahaan pemegang IUP harus dihentikan operasinya secepat mungkin, sebelum kerusakan makin meluas. Sebab, aktivitas yang terbukti merusak harus ditindak, bukan dibiarkan.
Kedua, Kementerian LHK, Kementerian ESDM, serta aparat penegak hukum harus turun tangan melakukan penyelidikan menyeluruh. Bila terbukti melanggar hukum, perusahaan dan pejabat yang terlibat harus dijerat secara pidana dan perdata.
Ketiga, perusahaan harus bertanggung jawab penuh atas pemulihan hutan mangrove, perbaikan irigasi, dan kompensasi layak bagi petani dan nelayan yang kehilangan sumber penghidupan.
Serta keempat, pemerintah daerah dan pusat harus mengevaluasi ulang semua IUP di wilayah ekologis sensitif, bahkan jika perlu, mencabut izin-izin yang terbukti melanggar dan merugikan masyarakat.
“Jangan lagi kita tunduk pada kepentingan korporasi yang hanya datang untuk mengeruk kekayaan dan meninggalkan kehancuran. Kami tidak akan diam. Iguana Tompotika siap menempuh jalur hukum jika pemerintah gagal bertindak,” tegas Hidayat.
Kerusakan lingkungan yang terjadi di Teluk Siuna bukan sekadar masalah lokal. Ini adalah peringatan keras akan bagaimana eksploitasi tanpa kendali dapat menghancurkan ekosistem dan manusia sekaligus. Jika dibiarkan, kerusakan ini akan menjadi bencana jangka panjang bagi generasi mendatang.
“Kita sedang menghadapi kehancuran yang nyata. Hutan mangrove hancur, laut tercemar, petani dan nelayan menderita. Jika ini tidak dihentikan sekarang, kita semua akan menanggung akibatnya nanti,” pungkas Hidayat. (*)
Discussion about this post