KILASBANGGAI.COM,AMPANA– Gelombang penolakan terhadap rencana survei seismik pencarian potensi Minyak dan Gas Bumi (Migas) di perairan Teluk Tomini memuncak pada Selasa (23/12/2025). Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Nelayan Pesisir Tojo Una-Una turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di sejumlah titik vital di Kabupaten Tojo Una-Una (Touna).
Aksi ini dipicu oleh kekhawatiran nelayan akan hilangnya mata pencaharian mereka akibat aktivitas survei seismik yang dijadwalkan beroperasi pada pertengahan Desember 2025. Survei tersebut mengharuskan perairan bebas hambatan, yang berarti mengancam keberadaan rompong-rompong milik nelayan setempat.
Massa memulai aksi dari Jembatan Hayal, menuju ke kawasan pertokoan, hingga Polres Touna. Di Polres, nelayan menuntut kepolisian untuk melakukan patroli dan menindak tegas oknum yang memutus rompong nelayan secara sepihak.
Ketegangan pertama terjadi saat massa mendatangi Kantor Dinas Perikanan Touna. Gerbang kantor yang tertutup rapat sempat memicu gesekan antara massa dengan petugas. Setelah berhasil masuk, Kepala Dinas Perikanan, Moh. Basri, menyatakan belum bisa mengambil keputusan.
“Saya selaku Kepala Dinas ingin berkoordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah daerah dalam hal ini Bupati, saya tidak bisa mengambil keputusan sendiri,” ujar Moh. Basri di hadapan massa.
Massa yang merasa jawaban Kadis Perikanan bertele-tele kemudian bergeser ke Kantor Bupati Touna. Bupati Touna, Ilham Lawidu S.H., yang menemui massa menyampaikan bahwa survei tersebut merupakan program Pemerintah Pusat, dimana kewenangan ada di pemerintah pusat.
Situasi sempat memanas akibat ulah seorang provokator di halaman kantor Bupati yang melontarkan kata-kata kasar. Beruntung, Koordinator Lapangan, Muhamat Salam, berhasil meredam massa dan mengarahkan aksi menuju titik terakhir di Gedung DPRD Touna.
Di Gedung DPRD, suasana kembali memanas. Ketidakpuasan atas jawaban Ketua DPRD yang dianggap tidak tegas memicu aksi anarkis berupa perusakan sejumlah fasilitas gedung. Situasi ini memaksa Ketua DPRD memanggil Bupati untuk segera hadir menemui massa.
Setelah melalui negosiasi yang alot untuk menghindari eskalasi massa yang lebih besar, Bupati Touna, Ketua DPRD, Korlap Muhamat Salam, dan perwakilan nelayan akhirnya menandatangani surat petisi bersama.
Adapun 3 isu utama Aliansi Nelayan meliputi:
1. Ancaman Mata Pencaharian, Aktivitas survei akan memutus rompong nelayan dan mematikan ekonomi pesisir.
2. Kerusakan Ekosistem, Potensi pencemaran laut yang akan menghancurkan pariwisata bahari di Kepulauan Togean.
3. Minimnya Transparansi, Tidak adanya koordinasi dan pelibatan nelayan dalam perencanaan proyek survei tersebut.
Hasil akhir dari aksi ini membuahkan kesepakatan bahwa Pemerintah Kabupaten Tojo Una-Una bersama DPRD secara resmi menyatakan menolak dan memberhentikan sementara program survei seismik di wilayah tersebut.
“Hari ini nelayan Touna melakukan aksi sebagai bentuk pencegahan agar survei seismik tidak beroperasi di laut kami,” tegas Muhamat Salam.
Masyarakat Nelayan kini menunggu hasil pertemuan Bupati dengan Pemerintah Pusat. Mereka mengancam akan menurunkan massa yang lebih besar jika tuntutan untuk penghentian permanen survei seismik tersebut tidak diindahkan.(*)












Discussion about this post