KILASBANGGAI.COM, BATUI SELATAN— Konflik agraria antara warga Desa Masing dengan perusahaan sawit PT Sawindo Cemerlang menimbulkan masalah baru.
Bukannya menyelesaikan konflik tersebut, Kepala Desa Masing, Satuwo Andi Tahang, yang berdiri paling depan memimpin warganya melawan kezaliman perusahaan sawit justru mendapat sanksi.
Camat Batui Selatan, Faidil Akbar Dg Pasau, memberikan teguran pertama kepada Kades Masing yang tertuang dalam surat nomor 141/316.1/Batsel/2025 tertanggal 7 November 2025.
Teguran tersebut dilayangkan lantaran Kades Masing mengeluarkan surat bertajuk “Desaku Memanggil Unjuk Rasa”, yang berisi ajakan kepada masyarakat untuk melakukan aksi demonstrasi di kantor PT Sawindo Cemerlang pada 9 November 2025.
Dalam surat teguran tersebut, Camat menilai Kades Masing telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Diketahui, ratusan warga yang merupakan pemilik lahan melakukan aksi demonstrasi di kantor Sawindo Cemerlang pada Minggu (9/11/2025) lalu.
Aksi ini berujung rusuh, di mana warga yang kesal melampiaskan emosinya dengan melempar kantor perusahaan sawit tersebut hingga mengalami kerusakan.
Emosi warga memuncak itu bukan tanpa alasan. Manajamen PT Sawindo Cemerlang mengingkari kesepakatan rapat yang tertuang dalam rekomendasi DPRD Banggai, bahwa PT Sawindo Cemerlang diminta menghentikan sementara aktivitas ekspansi perkebunan atau penggusuran lahan pertanian warga sampai masalah ini terselesaikan.
Namun, kesepakatan itu tak diindahkan PT Sawindo, sehingga berujung pada demo anarkis beberapa waktu lalu.
Akar Konflik: Klaim HGU dan Dugaan Dokumen Bodong
Berdasarkan informasi yang dihimpun, konflik agraria antara warga dengan perusahaan sawit ini bermula dari aktivitas perusahaan yang masuk ke lahan warga dengan alasan telah mengantongi izin HGU.
Perusahaan mengklaim mengolah lahan berdasarkan SKPT dari penjual lahan di Desa Sinorang.
Namun Pemerintah Desa Masing menyebut izin itu bermasalah.
Izin yang seharusnya berlaku untuk wilayah Desa Sinorang justru dieksekusi di wilayah Desa Masing.
Setiap kali terjadi gejolak, desa ini yang dituding sebagai biang keributan.
Padahal, warga Masing sudah lama mengelola lahan mereka secara legal melalui kelompok tani, di mana setiap anggota mendapat dua hektare lahan.
Tanaman jati berumur empat tahun serta tanaman cokelat yang sudah berbuah milik warga pun dilaporkan digusur habis oleh perusahaan dengan dalih berizin.
Pemerintah Desa Masing bahkan menduga dokumen perusahaan yang berasal dari Pemerintah Desa Sinorang adalah bodong.
Karena itu, mereka meminta agar dokumen izin perusahaan disandingkan dengan bukti kepemilikan sah warga.
Melihat kekacauan berulang ini, DPRD Banggai resmi memberikan rekomendasi kepada Bupati Banggai untuk menindaklanjuti secara tegas.
Rika menegaskan DPRD tidak akan tinggal diam. Ia mendesak pemerintah daerah segera turun tangan agar konflik lahan yang sudah puluhan tahun ini tidak kembali memicu ledakan sosial. (*)












Discussion about this post