
KILASBANGGAI.COM, SIMPANG RAYA– Skandal politik mencuat di Kecamatan Simpang Raya, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah setelah Kepala Desa Simpang 2 dilaporkan terlibat aktif dalam memenangkan salah satu pasangan calon (paslon) dalam helatan Pilkada Banggai.
Ia diduga mengarahkan dukungan warga secara terbuka saat PSU Pilkada 5 April 2025 lalu.
Tindakan ini tidak hanya mencederai netralitas jabatan, tetapi juga berpotensi memecah belah masyarakat desa.
Romi Sagiap, mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP Untika Luwuk, sekaligus kader IMKBNS (Ikatan Mahasiswa Kecamatan Bunta, Nuhon, dan Simpang Raya) mengecam keras keterlibatan kepala desa dalam politik praktis.
“Kepala Desa Simpang 2 dengan terang-terangan melibatkan diri dalam mendukung salah satu Paslon. Ini dibuktikan dengan video yang sudah berseliweran di media sosial. Tindakan ini adalah bentuk pelanggaran serius terhadap UU. Kepala desa bukan tim sukses, tapi pelayan publik. Jika netralitas dilanggar, maka demokrasi lokal hancur dari akarnya,” tegas Romi, Jumat (11/4/2025).
Romi menegaskan bahwa tindakan Kepala Desa Simpang 2 melanggar beberapa regulasi, yaitu UU 6/2014 tentang Desa, Pasal 29 huruf g yang berbunyi kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan terlibat dalam politik praktis.
Kemudian melanggar UU 7/2017 tentang Pemilu, Pasal 280 ayat (2) huruf h yang melarang kepala desa membuat tindakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu.
Serta Permendagri 66/2017 yang menekankan kewajiban kepala desa untuk menjaga netralitas selama proses politik berlangsung.
Dalam pernyataannya, Romi secara khusus menuntut Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Banggai untuk tidak tinggal diam.
Ia menilai bahwa DPMD sebagai instansi teknis yang membina kepala desa harus menunjukkan keberpihakan pada hukum, bukan pada kekuasaan.
“DPMD jangan jadi penonton. Kami menuntut DPMD Kabupaten Banggai untuk segera memanggil dan memeriksa Kepala Desa Simpang 2 atas dugaan keterlibatan politik praktis.
“Memberikan sanksi administratif tegas hingga pada proses pemberhentian sementara,” ujar Romi.
Ia menambahkan bahwa sikap DPMD Banggai akan menjadi indikator sejauh mana pemerintah daerah berpihak pada demokrasi yang sehat dan berintegritas.
Romi menutup pernyataannya dengan nada kritis yang tajam.
“Jabatan kepala desa bukan alat politik. Gaji mereka dibayar dari uang rakyat, bukan dari Paslon. Jika DPMD tidak bertindak, maka mahasiswa akan turun tangan. Demokrasi tidak boleh dikhianati tanpa perlawanan,” tegasnya. (*)
Discussion about this post