
KILASBANGGAI.COM-Apa jadinya ketika buruh tambang ditindas oleh subkontraktor, dan perusahaan induk memilih bungkam?
Kasus pelanggaran hak-hak pekerja yang terjadi pada SP-BBS (Serikat Pekerja Bunta Basudara) di bawah PT Karya Investama Mining (KIM) dan PT Jatra adalah preseden buruk hubungan industrial di sektor ekstraktif.
Pekerja dipotong gajinya secara sepihak, Lembur tak dibayar, Jam kerja dipaksa melebihi regulasi tanpa surat resmi.
Saat pekerja mendirikan serikat, mereka dihadapkan pada tekanan dan ancaman. Akhirnya, 37 pekerja menerima surat pemberhentian kontrak tanpa dialog, tanpa mediasi, melalui jasa pengiriman.
Hal ini mendapat perhatian serius dari aktivis GMNI Luwuk Banggai, Afandi Bungalo, menurutnya peristiwa ini masuk dalam kategori pelanggaran HAM dan bukan hanya melanggar hukum ketenagakerjaan.
Perusahaan dianggap menghancurkan ruang partisipasi pekerja dalam memperjuangkan hak kolektifnya.
Menurut keterangannya saat aktif Melakukan pendampingan terhadap pekerja, Afandi mengkritik keras PT Koninis Fajar Mineral (KFM), sebagai perusahaan induk yang hadir dalam hampir seluruh proses penyelesaian persoalan pekerja, bahkan Humas PT KFMÂ ikut hadir dalam setiap mediasi berlangsung namun seolah-olah membiarkan, pembiaran adalah keterlibatan.
“Praktik ini melanggar konstitusi dan konvensi internasional yang menjamin hak atas kerja layak dan kebebasan berserikat. Negara tak boleh diam, Investigasi harus dituntaskan Pelaku harus bertanggung jawab dan para pekerja harus dipulihkan haknya”Ujar Afandi Bungalo
Ia berseru kepada pihak terkait untuk segera menyelesaikan konflik ini, dimana rakyat jangan lagi menjadi korban perbudakan modern.
“Jika tambang dibiarkan menjadi ladang perbudakan modern, maka kita semua telah gagal menjaga martabat manusia dalam dunia kerja”Tegasnya.(*)
Discussion about this post