KILASBANGGAI.COM,LUWUK– Sejumlah mahasiswa tingkat akhir AMIK Luwuk Banggai menolak tegas kebijakan kampus yang mengharuskan mereka membayar denda jika terlambat mendaftar ujian sidang. Kebijakan ini dinilai memberatkan dan tidak transparan karena merujuk pada Pedoman Akademik yang tidak pernah disosialisasikan kepada mahasiswa.
Siti Muawiya Haruna, salah satu perwakilan mahasiswa, mengungkapkan bahwa panitia ujian akhir berdalih aturan denda sudah tercantum dalam Pedoman Akademik. “Faktanya, kami tidak pernah diberikan akses ke dokumen itu,” tegas Siti pada Selasa (26/8/2025).
Menurutnya, pedoman tersebut hanya dapat diakses oleh Ketua Lembaga Kemahasiswaan (BEM, HIMMI, HIMKA). Namun, ironisnya, para ketua lembaga tersebut juga mengaku tidak pernah menerima atau menyampaikan dokumen tersebut kepada mahasiswa. “Menerapkan aturan yang tidak pernah disosialisasikan adalah bentuk penindasan akademik,” ujar Siti.
Masalah ini semakin memburuk dengan jadwal yang terburu-buru. Sekretaris panitia ujian akhir baru menginformasikan aturan denda pada 14 Juli 2025. Pada hari yang sama, pendaftaran ujian sidang juga dibuka dan ditutup pada 19 Juli 2025.
“Mahasiswa hanya diberi waktu lima hari untuk mendaftar sekaligus menerima aturan baru ini,” keluh Siti. Ia menilai kebijakan ini tidak terencana dan mencerminkan sikap panitia yang sembrono terhadap hak-hak mahasiswa.
Ketika mahasiswa menuntut agar pedoman dibagikan, panitia menolak dengan alasan harus melalui ketua lembaga. “Namun, Ketua BEM, HIMMI, dan HIMKA sendiri belum pernah menerima pedoman tersebut,” tambah Siti.
Tuntutan mahasiswa sudah disampaikan melalui jalur resmi. Pada 8 Agustus 2025, mahasiswa mengadakan pertemuan dengan panitia ujian akhir, namun aspirasi mereka tidak diindahkan. Panitia justru menyuruh mereka menemui pihak yayasan.
Lima hari kemudian, pada 13 Agustus 2025, mahasiswa bertemu dengan pihak yayasan. Namun, bukannya mendapatkan solusi, tuntutan mereka ditolak secara sepihak. “Fakta ini menunjukkan bahwa pihak kampus dan yayasan tidak memiliki niat baik untuk berdialog. Mereka hanya menutup ruang diskusi dan mengabaikan hak mahasiswa,” kata Siti.
Sebagai bentuk perlawanan, mahasiswa tingkat akhir AMIK Luwuk Banggai mengajukan beberapa tuntutan, antara lain:
Meminta Pihak kampus Mencabut kebijakan denda ujian sidang, Mempublikasikan Pedoman Akademik secara terbuka agar bisa diakses oleh seluruh mahasiswa,Melakukan sosialisasi resmi dan jelas sebelum aturan baru diberlakukan, Membuka ruang dialog yang setara antara mahasiswa, panitia, Direktur, dan yayasan sebelum membuat kebijakan baru dan Menjamin transparansi total dalam setiap kebijakan, terutama terkait alokasi dana dari setiap pungutan.
Para mahasiswa menegaskan bahwa jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, mereka siap melakukan aksi kolektif sebagai bentuk perlawanan. “Mahasiswa bukan objek pungutan, mahasiswa adalah subjek pendidikan,” tutup Siti.(*)












Discussion about this post